v
Sekarang kita coba
telusuri rumusan matematis untuk interferensi cahaya percobaan Young ini. Pada percobaan
Young celah ganda berfungsi sebagai sumber cahaya baru yang koheren (mempunyai
fase sama) karena celah-celah tersebut berjarak sama dari sumber cahaya
(tidak ada beda lintasan). Dalam hal ini celah-celah tersebut bekerja
seolah-olah sebagai sumber cahaya garis daripada sumber titik. Oleh sebab itu
cahaya yang dipancarkan dari celah-celah ini terdiri dari gelombang silindris
daripada gelombang bola. Gambar 2
melukiskan
variabel-variabel yang diperlukan untuk menelaah percobaan Young
Perhatikan Gambar
5, semakin kecil perbandingan λ/d maka semakin kecil
penyimpangan lintasan cahaya. Dalam ungkapan yang berbeda, semakin besar lebar
celah maka semakin kecil penyimpangan lintasan dan akibatnya pola difraksi yang
tampak pada layar hanya menghasilkan satu pola terang saja. Hal ini menjadi
logis karena untuk nilai n= 0, cahaya yang ditransmisikan dari celah ke
layar sejajar dengan cahaya datang dan dengan demikian, kalaupun ada
interferensi, menghasilkan pola terang. Pola difraksi yang terjadi pada
difraksi Franhoufer dapat dilihat pada Gambar 6.
Interferensi Dan Difraksi
MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata
Kuliah
Fisika Dasar II
Dosen Pengampu :
1.
Chaerul Rochman, Dr., M.Pd.
2.
Ea Cahya Setya Mahen, S.Pd., M.Si.
Oleh :
Kelompok 11
Destri
Vitalia 1172070020
Dhiya
Wirdatul I 1172070021
Yogi Falahudin 1162070076
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2018
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2018
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum
Wr. Wb
Puji dan syukur kami
panjatkan kehadirat Allah SWT, karena
atas rahmat dan pertolongan-Nya kami dapat menyusun makalah tentang Difraksi
dan Interferensi. Shalawat berserta salam, semoga tercurah
limpahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW, tak lupa kepada keluarga, sahabat,
dan semoga sampai kepada kita sebagai umatnya.
Makalah
ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak
sehingga dapat memperlancar pembuatan
makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada
semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Kami
sadar bahwa masih banyak kekurangan yang
terdapat pada makalah ini, oleh
karena itu kami mengharapkan kritik yang membangun dari para pembaca, akhir
kata kami ucapkan
Wassalamu’alaikum Wr.Wb
Bandung, Februari 2018
Penyusun
Daftar Isi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gelombang
elektromagnetik sama seperti gelombang mekanik, dapat berinterferensi satu sama
lain. Kita dapat mengetahui bahwa cahaya sebagai gelombang, memperlihatkan
gejala interferensi dan difraksi gelombang-gelombang yang mempunyai beda fase
yang tetap. Bila cahaya melintas dari satu sumber melalui sebuah celah pada
layar, dan cahaya yang keluar dari celah tersebut digunakan untuk menerangi dua
celah bersebelahan pada layar kedua. Bila cahaya diteruskan dari kedua celah
tersebut dan jatuh pada layar ketiga, maka akan terbentuk sederet pita
interferensi yang sejajar. Ini sebagai fenomena interferensi. Sebagai
gelombang, cahaya juga dapat melentur atau berdifraksi, serta interferensi yang
dibahas diatas merupakan hasil dari cahaya yang berdifraksi. Difraksi adalah
penyebaran atau pembelokan gelombang pada saat gelombang ini melintas melalui
bukaan atau menglilingi ujung penghalang. Gelombang terdifraksi selanjutnya
berinterferensi satu sama lain sehingga menghasilkan daerah penguatan dan
pelemahan. Difraksi juga berlangsung pada aliran partikel. Dengan kata lain,
difraksi adalah peristiwa dimana berkas cahaya akan dilenturkan pada saat
melewati celah sempit. Difraksi juga menggambarkan suatu deviasi dari cahaya
dengan pola lurus ketika melewati lubang lensa atau disekeliling benda. (Halliday & Resnick, 1990)
Celah
sempit tersebut disebut dengan kisi difraksi. Kisi difraksi adalah kepingan
kaca yang digores sejajar dan berjumlah sangat banyak dan memiliki jarak yang
sama (biasanya dalam ordo 1000 per mm). Cahaya terdifraksi, setelah diteruskan
melalui kaca atau dipantulkan oleh spekulum, menghasilkan cahaya maksimum pada θ = 0° dan berkurang sampai minimum (intensitas = nol) pada sudut θ.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penulisan makalah ini, yaitu:
1. Bagaimana
syarat terjadinya interferensi?
2. Bagaimana
interferensi yang terbentuk pada celah ganda?
3. Bagaimana
interferensi yang terbentuk pada lapisan tipis?
4. Bagaimana
pola difraksi yang terbentuk pada celah tunggal?
5. Bagaimana
pola difraksi pada lubang berbentuk lingkaran?
6. Bagaimana
difraksi yang terbentuk pada celah ganda?
7. Bagaimana difraksi yang
terbentuk pada kisi?
C. Tujuan
Adapun tujuan penulisan dalam makalah ini, yaitu:
1. Untuk mengidentifikasi syarat
terjadinya interferensi
2. Untuk mengidentifikasi interferensi
yang terbentuk pada celah ganda
3. Untuk mengidentifikasi interferensi
yang terbentuk pada lapisan tipis
4. Untuk mengidentifikasi pola
difraksi yang terbentuk pada celah tunggal
5. Untuk mengidentifikasi pola
difraksi pada lubang berbentuk lingkaran
6. Untuk mengidentifikasi difraksi
yang terbentuk pada celah ganda
7. Untuk mengidentifikasi difraksi
yang terbentuk pada kisi
BAB II
PEMBAHASAN
A. Syarat Terjadinya Interferensi
Superposisi
dua gelombang dapat menjadi konstruktif dan destruktif. Dalam interferensi
konstruktif, amplitudo gelombang yang dihasilkan disuatu posisi atau waktu
tertentu lebih besar dari masing-masing gelombang, sedangkan dalam interferensi
destruktif, amplitudo yang dihasilkan lebih kecil dari masing-masing gelombang.
Gelombang cahaya juga berinterferensi satu sama lain. Pada dasarnya semua
interfensi yang terkait dengan gelombang cahaya muncul saat terjadi
penggabungan dari medan elektromagnetik yang menyusun setiap gelombang. (Jewet, 2010)
Jika
dua bohlam ditempatkan bersebelahan, maka tidak ada efek intereferensi yang
teramati karena gelombang-gelombang cahaya dari satu bohlam dipancarkan secara
independen dari bohlam lainnya. Pancaran dari kedua bohlam tidak memiliki
hubungan fase yang konstan satu sama lain sepanjang waktu. Gelombang-gelombang
cahaya dari suatu sumber biasa, seperti bohlam mengalami perubahan-perubahan
fase secara acak dalam selang waktu kurang dari satu nanodetik. Oleh karena
itu, syarat-syarat untuk interferensi konstruktif, interferensi destruktif,
atau suatu keadaan di tengah-tengah akan berlangsung hanya untuk selang waktu
yang sependek itu. Oleh karena mata manusia tidak dapat mengikuti
perubahan-perubahan yang sangat cepat seperti itu, maka tidak ada efek-efek
inteferensi yang diamati. Sumber-sumber cahaya itu disebut sebagai koheren.
Untuk mengamati interferensi gelombang cahaya, syarat-syarat berikut harus
terpenuhi :
-
Sumber-sumbernya harus
koheren artinya sumber-sumbernya harus menjaga suatu hubungan fase yang konstan
satu sama lain.
-
Sumber-sumbernya harus
monokromatis artinya berasal dari suatu panjang gelombang tunggal (Jewet, 2010).
B. Interferensi Gelombang Cahaya
Interferensi
cahaya akan terjadi apabila dua atau lebih cahaya kohern dipadukan. Dua berkas
cahaya disebut kohern jika kedua cahaya itu memiliki beda fase tetap.
Interferensi destruktif (saling melemahkan) jika fase gelombang cahaya berbeda
fase 180. Interferensi konstruktif (saling menguatkan) jika terjadi kedua
gelombang cahaya sefase atau beda fase nol nya. Pola interferensi dua cahaya ini
diselidiki oleh Fresnel dan Young. Fresnel melakukan percobaan interferensi
dengan menggunakan rangkaian dua cermin datar untuk menghasilkan dua sumber
cahaya kohern dan sebuah sumber cahaya di depan cermin. Young menggunakan
sumber cahaya celah ganda untuk menghasilkan sumber cahaya kohern.
C. Percobaan Interferensi Young
Pergaan efek interferensi cahaya oleh Thomas Young dalam tahun 1801,
meletakan teori gelombang cahaya pada dasar eksperimen yang kukuh. Melalui
percobaan nya ini Young berhasil memperoleh panjang gelombang cahaya dan ini
merupakan hasil pengukuran pertama bagi besaran yang sangat penting.
Young melewatkan cahaya matahari melalui lubang kecil
(pinhole) S0 yang dibuat pada layar A. gamabr 45.1. sinar yang
keluar melebar karena adanya difraksi 44.1 dan jatuh pada lubang kecil S1 dan
S2 yang dibuat pada layar B. (Halliday
& Resnick, 1990)
Gambar 1 .
gambaran kualitatif mekanisme interferensi. (Halliday & Resnick, 1990)
|
Gejala interferensi ini tidak
dapat lagi diterangkan dengan optika geometri dan telaah yang tepat adalah dengan
menganggap cahaya sebagai gelombang. Percobaan Young telah membuktikan bahwa
cahaya mempunyai karakteristik gelombang. (Halliday & Resnick, 1990)
D. Analisa Matematik Percobaan Interferensi Young
Gambar 2.
Penyusunan percobaan celah ganda Young. Dalam praktek ukuran
D >> d.
|
Jika
kita tinjau titik sembarang P, maka intensitas cahaya pada titik itu adalah hasil superposisi
gelombang cahaya dari celah 1 (atas) dan celah 2 (bawah). Gelombang dari celah
2 menempuh lintasan x2 lebih jauh daripada lintasan x1. Oleh karena itu ada perbedaan
lintasan optis antara lintasan 1 dan lintasan 2. Adalah perbedaan lintasan ini yang
bertanggung jawab untuk adanya frinji gelap dan frinji terang dalam
interferensi. Perbedaan lintasan ini adalah:
Perbedaan
lintasan (PD) = x2 – x1
Pada
percobaan yang sesungguhnya jarak layar ke celah D sangat besar di bandingkan
dengan jarak separasi celah d. Oleh karena itu panjang AP dikira-kira sama
dengan x1. Ini ekivalen dengan memutar jarak x1 terhadap
titik P sampai x1 berimpit dengan panjang AP. Busur rotasi ini
kira-kira sama dengan S1A. Oleh karena itu S1A tegak
lurus BP dan S2P. Dua segitiga pada gambar 4. kita perbesar seperti
gambar 5. Sudut adalah sudut yang mendefiniskan lokasi frinji pada titik P
dan sudut PBO segitiga I. Kita menyebut sudut BPO dengan a , sedangkan sudut POB adalah 90o.
Jadi pada segitiga I:
q + a + 90
=180
Dalam segitiga II, sudut
S1BC sama dengan sudut yang sama a dari segitiga I. Sudut S1CB
adalah 90o. Sekarang kita tentukan sudut b. Dlam segitiga II kita mempunyai,
b +a + 90
= 180
Membandingkan dua
persamaan ini maka:
b =a
Jadi sudut S2S1A
sama dengan sudut
q,
oleh
karena itu sisi S2A sama dengan d.sinq seperti pada gambar 3
Gambar 3.
Rinci kaitan sudut-sudut segitiga.
|
Dengan
demikian dapat kita tuliskan panajng lintasan x2 dengan, x
= x
+ d
sin q Perbedaan lintasan antara gelombang 1 dan gelombang 2
menjadi:
PD = x2 – x1 = x1 + d sinq -
x = d sin q
Jadi
menurut persamaan ini, ada beda lintasan antara gelombang 1 dan gelombang 2.
Jika gelombang sefase ketika bersuperposisi, ada interferensi konstruktif dan
bayangan terang atau frinji terang muncul pada layar. Kita dapat merumuskan
secara matematis untuk pola interferensi gelap terang yang ada sebagai berikut.
Misalkan dua buah gelombang tersebut adalah harmonik berbentuk sinusoidal:
E1 = E0 sin ( kx1 - wt
) dan E2 = E0 sin (kx2 -wt)
E. Intensitas pada Interferensi Celah Ganda
Persamaan 35-14 dan 35-16 memberitahu kita caranya
untuk mencari lokasi maksima dan minima dari pola interferensi celah ganda pada
layar C dari Gbr. 35-10 sebagai fungsi dari sudut θ dari gambar
tersebut. Di sini kita berharap untuk menurunkan sebuah persamaan untuk
intensitas l dari rumbai sebagai
fungsi dari θ. (Halliday, et al., 2010)
Cahaya yang meninggalkan celah-celah tersebut fasenya sama. Bagaimanapun, mari kita
asumsikan bahwa gelombang-gelombang cahaya dari dua celah tersebut fasenya
tidak sama ketika sampai di titik P. Sebagai gantinya, komponen medan
listrik dari gelombang-gelombang tersebut pada titik P tidak sama
fasenya dan berubah dengan waktu seperti
E1 = E0 sin ωt (35-20)
dan
E2 = E0 sin (ωt + ф)) (35-21)
di mana ω adalah frekuensi sudut dari gelombang-gelombang dan
ф adalah konstanta fase dari gelombang E2.
Perhatikan bahwa kedua gelombang tersebut mempunyai amplitudo yang sama E0
dan perbedaan fase sebesar ф. Oleh karena itu perbedaan fase
tidak bervariasi, gelombang-gelombangnya koheren. Kita akan menunjukkan kalau
kedua gelombang tersebut akan mnyatu pada P dengan menghasilkan
intensitas l yang dinyatakan dengan:
l = 4l0 cos2
½ ф, (35-22)
dan
ф =
(35-23)
Dalam
Pers. 35-22, l0 adalah intensitas dari cahaya
yang sampai pada layar dari satu celah ketika celah lainnya sedang hidup. Kita
asumsikan kalau celah-celah tersebut cukup sempit dibandingkan dengan panjang
gelombangnya sehingga intensitas celah tunggal ini boleh
dikatakan merata pada seluruh permukaan layar di mana kita akan memeriksa
rumbai-rumbai tersebut.
Persamaan
35-22 dan 35-23, di mana keduanya memberitahu kita bagaimana intensitas l dari pola rumbai bervariasi dengan
sudut θ dalam Gbr. 35-10, otomatis mengandung informasi mengenai
lokasi dari maksima dan mínima. Mari kita lihat apakah kita
dapat mengambil infonnasi tersebut untuk menemukan lokasi dari maksima dan
mínima.
Pengamatan
pada Pers. 35-22 menunjukkan bahwa intensitas maksima akan terjadi bila,
½ ф = mπ,
untuk m = 0, 1, 2, . . . . (35-24)
Bila kita letakkan hasil ini ke Pers. 35-23, kita dapatkan
2mπ =
untuk m = 0, 1, 2, . . .
atau
d sin θ =
mλ, untuk m = 0, 1, 2, . . . (maksima). (35-25)
yang mana adalah
tepat Pers. 35- 4, persamaan yang kita turunkan sebelumnya untuk
lokasi maksima.
Mínima pada
pola rumbai terjadi ketika
, untuk
m = 0, 1, 2........................ (35-26)
Bila kita gabungkan hubungan ini dengan Pers. 35-23,
kita akan diarahkan ke
d sin θ = (m + ½ )λ, untuk
m = 0, 1,2,... (mínima), (35-27)
yang mana merupakan Pers 35-16, persamaan yang kita
turunkan sebelumnya untuk lokasi dari rumbai mínima.
Gambar 35-12, yang merupakan pola dari Pers. 35-22,
menunjukkan intensitas pola interferensi celah ganda sebagai fungsi dari
perbedaan fase ф antara
gelombang-gelombang tersebut pada layar. Garis horizontal kontinu adalah l0, intensitas (seragam) pada layar ketika salah satu dari celah ditutup.
Perhatikan Pers. 35-22 dan grafiknya bahwa intensitas l bervariasi dari nol di mínima
rumbai hingga 4l0 pada
maksima rumbai.
Jika gelombang dari dua sumber cahaya (celah)
tersebut tidak koheren, sehingga tidak ada hubungan fase yang kuat di
antaranya, maka pola rumbai dan intensitasnya akan memiliki nilai merata 2l0
pada keseluruhan titik-titik pada layar; garis horizontal vang terputus-putus
dalam Gbr. 35-12 menunjukkan nilai yang merata. (Halliday, et al., 2010)
Interferensi tidak dapat membuat atau merusak'energi
tetapi menyebarkannya ke seluruh permukaan layar. Jadi, intensitas rata-rata
yang ada di layar harus sama 1 dengan 2l0
meskipun sumber-sumber cahayanya koheren. Ini langsung sesuai dengan Pers.
35-22; jika kita mensubstitusikan ½, nilai rata-rata dari fungsi kosinus
kuadrat, j persamaan menjadi ringkas lrata-rata
= 2l0. (Halliday, et al., 2010)
Bukti dari Pers. 35-22 dan 35-23
Kita
akan gabungkan komponen medan listrik E1, dan E2 berdasarkan Pers. 35-20
dan 35-21, berurutan, dengan metode fasor sebagaimana didiskusikan pada
Bagian 16-11. Dalam Gbr. 35-13a, gelombang-gelombang dengan komponen E1, dan E2, yang
digantikan oleh fasor sebesar E0
yang berputar pada pusatnya dengan kecepatan sudut ω. Nilai dari E1, dan E2 setiap
saat adalah proyeksi dari fasor berikutnya pada sumbu vertikal. Gbr. 35-13a,
menunjukkan fasor dan proyeksinya setiap saat pada waktu t. Konsisten
dengan Pers. 35-20 dan 35-21, fasor untuk E1,
mempunyai sudut putaran ωt dan rotasi untuk E2 mempunyai
¡sudut rotasi m + ω.
Untuk
menggabungkan komponen medan E1 dan E2
pada titik P manapun dalam Gbr. 35-10, kita tambahkan fasor-fasornya secara vektor, sebagaimana
ditampilkan dalam Gbr. 35-13b. Magnitudo dari penjumlahan
vektornya adalah amplitudo E resultan dari gelombang di titik P, dan
gelombang tersebut mempunyai fase konstanta tertentu β. Untuk mencari amplitudo E dalam
Gbr. 35-136, kita pertama-tama
mencatat bahwa kedua sudut yang tertanda β adalah
sama karena keduanya merupakan
sisi sama panjang yang berlawanan dari sebuah segitiga. Dari teori (untuk
segitiga) bahwa sisi sudut luar (di sini ф, sebagaimana
ditunjukkan pada Gbr. 35-13b) adalah
sama dengan jumlah dari sisi sama panjang yang berlawanan dari sebuah segitiga. (di sini jumlahnya adalah β + β), kita lihat bahwa β = ½ ф jadi kita memiliki
E = 2(E0 cos β)
= 2E0 cos ½ ф. (35-28)
Bila kita kuadratkan setiap sisi dari
persamaan ini, kita dapatkan
E2 =
(35-29)
Sekarang, dari
Pers. 33-24, kita tahu bahwa intensitas gelombang elektro-magnetik adalah
proporsional dengan kuadrat amplitudo. Oleh karena itu, gelombang-gelombang
yang kita gabungkan dalam Gbr. 35-13b, di mana
amplitudo-amplitudonya adalah
E0, masing-masing mempunyai intensitas l0 yang proporsional dengan
dan gelombang yang
dihasilkan, dengan ar amplitudo E, mempunyai intensitas l
yang proporsional dengan
. Jadi
Mensubstitusikan
Pers. 35-29 ke dalam persamaan ini dan menyusun ulang, menghasilkan
yaitu Pers. 35-22 yang ingin dibuktikan.
Kita
masih harus membuktikan Pers 35-23, yang terkait dengan perbedaan fase ф di
antara gelombang-gelombang yang sampai pada titik P manapun pada layar
dari Gbr. 35-10 dengan sudut θ yang dijadikan penanda pada
titik itu.
Perbedaan
fase ф dalam Pers. 35-21 adalah
diasosiasikan dengan perbedaan panjang lintasan S1b dalam Gbr. 35-10b. Bila S1b adalah ½λ, dan ф adalah π; bila
S1b adalah λ, maka ф adalah 2π, dan
lain sebagainya. Ini berarti :
Perbedaan
panjang lintasan S1b dalam Gbr 35-10b adalah d
sin θ; jadi Pers. 35-30 untuk perbedaan fase antara kedua
gelombang yang sampai di titik P pada layar menjadi :
yakni Pers.
35-23, persamaan lainnya yang ingin kita buktikan untuk menghubungkan ф dengan
sudut θ yang menentukan lokasi P.
Menggabungkan Lebih dari Dua Gelombang
Dalam
kasus yang lebih umum, kita bisa saja ingin mengetahui hasil dari lebih dua gelombang
sinusoidal yang bervanasi pada satu titik. Berapapun jumlah gelombangnya,
prosedur umumnya adalah sebagai berikut:
1.
Buat
sederet fasor yang mewakili gelombang-gelombang yang akan digabungkan. Gambar
dari ujung ke ujung, jaga hubungan fasenya dengan benar antara fasor yang
berdekatan.
2.
Buat
jumlah vektor dari sinar ini. Jumlah panjang dari vektor ini menghasilkan
amplitudo dari hasil fasor. Sudut di antara jumlah vektor dan fasor pertama
adalah fase dari hasilnya relatif pada fasor pertama. Proyeksi dari fasor
jumlah vektor pada sumbu vertikal menghasilkan variasi waktu dari hasil
gelombang (Halliday dkk, 2010: 442-445).
F. Interferensi Film Tipis
Warna
yang kita lihat ketika cahaya matahari menerangi sebuah gelembung sabun atau
lapisan oli disebabkan oleh interferensi gelombang-gelombang cahaya yang
dipantulkan dan permukaan depan dan belakang film transparan yang tipis.
Ketebalan sabun atau film oli ini adalah urutan (kelipatan) dari magnitudo
panjang gelombang cahaya (tampak) yang terlibat. (Ketebalan yang lebih besar
dapat merusak koherensi cahaya yang diperlukan untuk menghasilkan wama akibat
interferensi). (Halliday, et al., 2010)
Gambar
35-15 menunjukkan film transparan tipis dengan ketebalan yang merata l, dan indeks refraksi n2, diterangi oleh cahaya
cerah dengan panjang gelombang λ dari
titik sumber yang jauh. Untuk saat ini kita asumsikan
bahwa udara ada di dua sisi dari film sehingga n1 = n3 dalam Gbr. 35-15. Untuk
mudahnya, kita asumsikan bahwa sinar hampir tegak lurus terhadap film (θ =
0). Kita ingin tahu apakah film tersebut cerah atau gelap bagi seseorang
pengamat yang melihat hampir tegak lurus terhadapnya. (karena film tersebut
diberi penerangan dengan cerah, bagaimana mungkin itu bisa gelap? Anda akan
tahu nanti). (Halliday, et al., 2010)
Cahaya
datang, direpresentasikan oleh sinar i, memotong
bagian depan (kiri) film tersebut pada titik a dan mengalami pemantulan
dan refraksi di sana. Sinar yang dipantulkan r1, ditangkap oleh mata pengamat. Cahaya yang terefraksi
melintasi film ke titik b di permukaan belakang di mana cahaya ini mengalami
pemantulan dan refraksi. Cahaya yang dipantulkan pada titik b melintas
film kembali ke titik c, di mana
cahaya ini mengalami pemantulan dan refraksi. Cahaya yang terrefraksi di titik c, direpresentasikan oleh sinar r2,
yang ditangkap oleh mata pengamat. (Halliday, et al., 2010)
Bila
gelombang cahaya dari sinar r1
dan r2
keduanya fasenya tepat sama di mata, keduanya menghasilkan sebuah maksimum
interferensi dan wilayah ac pada film menjadi cerah bagi pengamat. Bila
keduanya benar-benar fasenya tidak sama, keduanya akan menghasilkan mínimum
interferensi dan wilayah ac menjadi gelap bagi pengamat, meskipun
diberi penerangan. Bila ada perbedaan fase menengah, maka akan terjadi
interferensi dan kecerahan menengah. (Halliday, et al., 2010)
Jadi,
kunci terhadap apa yang pengamat lihat adalah adanya perbedaan fase antara
gelombang dari sinar r1 dan r2,
Kedua
sinar berasal dari sinar yang sama l,
tetapi lintasan yang terlibat dalam menghasilkan r2, memerlukan cahaya yang berjalan dua kali melintasi
film (a ke b, dan b ke c), di mana lintasan yang diperlukan untuk
menghasilkan r1 tidak
perlu berjalan ke dalam film. Karena θ hampir mendekati nol, kita dapat perkirakan perbedaan panjang lintasan
antara gelombang-gelorabang r1,
dan r2 sebesar 2L. Bagaimanapun,
untuk mencari perbedaan fase antara gelombang-gelombang, kita tidak mencari
jumlah dari panjang gelombang λ yaitu yang sepadan dengan dengan perbedaan panjang lintasan 2L.
Pendekatan sederhana ini tidak rmmgkin digunakan dengan dua sebab (1)
perbedaan panjang lintasan terjadi dalam media selain dari udara, dan (2)
adanya pantulan, yang dapat mengubah fasenya. (Halliday, et al., 2010)
Sebelum fase di antara
kedua gelombang dapat berubah bila salah satu atau keduanya dipantulkan
Sebelum
melanjutkan diskusi kita tentang interferensi dari film-film ini, kita harus mendiskusikan
perubahan fase yang dapat disebabkan oleh pantulan (Halliday
dkk, 2010: 446).
Pergeseran Fase Pantulan
Refraksi
pada antarmuka tidak akan pernah menyebabkan perubahan fase—tapi
pantulan dapat menyebabkannya, tergantung pada indeks-indeks refraksi pada dua
sisi dari antarmuka. Gambar 35-16 menunjukkan apa yang terjadi ketika pantulan
menyebabkan perubahan fase, dipakai sebagai contoh pulsa pada dawai yang padat
(sepanjang di mana pulsa berjalan dengan lambat) dan dawai yang ringan
(sepanjang di mana pulsa berjalan dengan cepat)
Ketika
sebuah pulsa berjalan dengan lambat sepanjang dawai yang padat dalam Gbr.
35-16a mencapai antarmuka dengan dawai yang jarang, pulsa tersebut akan
sebagian ditransmisikan dan sebagiar dipantulkan, tanpa perubahan pada arahnya.
Untuk cahaya, situasi ini sesuai dengan gelombang datang yang berjalan dalam
media yang indeksnya dari refraksinya lebih besar n (ingat bahwa semakin
besar n berarti semakin lambat kecepatannya)/ Pada kasus ini, gelombang
yang dipantulkan pada antarmuka tersebut tidak menjalami perubahan fase, yakni,
peralihan fase pantulannya nol.
Ketika
sebuah pulsa berjalan lebih cepat sepanjang dawai yang ringan dalam Gbr.
35-16b sampai pada antarmuka dengan rangkaian yang padat, pulsa tersebut akan sebagian ditransmisikan dan sebagian
dipantulkan lagi. Pulsa yang telah ditransmisikan lagi mempunyai arah yang sama
dengan pulsa yang datang, tetapi sekarang pulsa yang terpantul menjadi
terbalik. Untuk gelombang sinusoidal, inverse seperti itu akan mengikutsertakan
perubahan fase sebesar π rad, atau setengah panjang gelombang. Untuk cahaya, hal seperti ini
sesuai dengan gelombang datang berjalan dalam media yang indeks refraksinya
lebih kecil (dengan kecepatan lebih besar). Dalam hal seperti itu, gelombang
yang terpantul pada antarmuka mengalami peralihan fase sebesar π rad, atau setengah panjang gelombang.
Kita
dapat merangkum hasil-hasil ini untuk cahaya berdasarkan indeks refraksi dari
media tersebut yang mana (dan mana) cahaya memantul:
Pemantulan
|
Pergeseran Fase Pemantulan
|
Dari indeks lebih rendah
Dari indeks lebih tinggi
|
0
0,5
panjang gelombang
|
Ini dapat diingat sebagai "lebih tinggi berarti
setengah" (Halliday dkk, 2010: 447).
Persamaan untuk Interferensi Film Tipis
Dalam bab ini kita sekarang dapat melihat tiga cara
di mana perbedaan fase antara dua gelombang dapat berubah:
1.
Melalui
pantulan
2.
Melalui
gelombang-gelombang berjalan sepanjang lintasan yang penjangnya berbeda
3.
Melalui
gelombang-gelombang berjalan melewati media yang indeks refraksinya berbeda
Ketika cahaya
dipantulkan dari sebuah film tipis, menghasilkan gelombang-gelombang sinar r1, dan r2 sebagaimana
ditunjukkan dalam Gbr. 35-15, ketiga cara di atas terjadi. Mari kita lihat satu
per satu.
Pertama,
kita periksa ulang kedua pantulan dalam Gbr. 35-15. Pada titik d pada
antarmuka depan, gelombang datang (dalam udara) memantul dari
media yang memiliki indeks refraksi yang lebih tinggi di antara keduanya; jadi
kita memiliki gelombang dari sinar yang terpantul r1, yang fasenya teralihkan sebesar 0,5 panjang
gelombang. Pada titik b pada antarmuka belakang, gelombang datang
memantul dari media (udara) yang memiliki indeks refraksinya lebih rendah dari
keduanya; jadi gelombang yang dipantulkan di sana tidak tergeser fasenya oleh
pemantulan, dan demikian juga pecahan darinya yang keluar film tersebut menjadi
sinar r2. Kita dapat
mengatur informasi ini dengan baris pertama dalam Tabel 35-1, yang merujuk pada
gambar yang disederhanakan dalam Gbr. 35-17 untuk film tipis di udara. Sejauh
ini, sebagai hasil dari pergeseran fase pemantulan, gelombang dari r1, dan r2 mempunyai perbedaan
fase sebesar 0,5 panjang gelombang dan sehingga tepat tidak sefase.
Sekarang
kita harus memperhatikan perbedaan panjang lintasan 2L yang terjadi karena
gelombang dari sinar r2
melintas film dua kali. (Perbedaan 2L di tunjukkan pada baris kedua
dalam Tabel 35-1). Bila gelombang-gelombang dari r1, dan r2,
benar-benar sama fasenya sehingga keduanya membentuk interferensi konstruktifi
sepenuhnya, panjang lintasan 2L
seharusnya menimbulkan perbedaan fase tambahan dari 0,5; 1,5; 2,5; .... panjang
gelombang. Hanya kemudianlah perbedaan net fasenya akan menjadi kelipatan bulat
dari panjang gelombang. Jadi untuk film yang cerah, kita harus memiliki
(gelombang
sefase) (35-31)
Panjang
gelombang yang diperlukan di sini adalah panjang gelombang λn2 dari
cahaya dalam media yang berisi panjang lintasan 2L — yaitu, dalam media dengan indeks refraksi n2.
Jadi kita tulis ulang Pers. 35-31 menjadi
(gelombang
sefase). (35-32)
Jika,
sebaliknya, gelombang-gelombang benar-benar tidak satu fase sehingga terjadi
interferensi destruktif sepenuhnya, panjang lintasan 2L, harus
mengakibafkan tidak ada penambahan perbedaan fase atau perbedaan fase dari 1,
2, 3, ... panjang gelombang. Hanya kemudianlah perbedaan net fasenya akan
menjadi kelipatan ganjil dari setengah panjang gelombang. Untuk film gelap,
kita harus memiliki
2L = bilangan bulat x panjang gelombang. (35-33)
di mana, sekali
lagi, panjang gelombangnya adalah panjang gelombang λn2 dalam media
berisi 2L. Jadi, kali ini kita
memiliki
2L = bilangan bulat x λn2, (gelombang tidak sefase). (35-34)
Sekarang kita
dapat gunakan Pers. 35-8 (λn2 = λ/n) untuk menulis
panjang gelombang dari gelombang sinar r2 di dalam film sebagai
, (35-35)
di mana λ adalah
panjang gelombang dari cahaya datang dalam ruang hampa (dan diaproksimasikan
juga di udara). Mensubstitusikan Pers. 35-35 ke Pers. 35-32 dan mengganti
"bilangan ganjil/2" dengan
menghasílkan :
,
untuk m = 0, 1, 2 . . .
(maksima —film cerah di udara) (35-36)
Juga, dengan m
menggantikan "bilangan bulat", Pers. 35-34 menghasilkan
untuk m
= 0, 1. 2, . . (mínima—film gelap di udara) (33-37)
Untuk
film tertentu L, Pers. 35-36 dan
35-37 memberitahu kita panjang gelombang dari cahaya di mana film nampak cerah
dan gelap, berurutan, satu panjang gelombang untuk setiap nilai dari m. Panjang gelombang menengah
menghasilkan cerah menengah. Untuk panjang gelombang λ, Pers. 35-36 dan 35-37
menunjukkan pada kita ketebalan dari film yang terlihat cerah dan gelap dari
cahaya tersebut, berurutan, suatu ketebalan dari setiap nilai dari m. Ketebalan menengah akan menghasilkan
kecerahan menengah
Ketebalan Film yang Jauh Lebih Kecil dari λ
Sebuah
situasi khusus muncul ketikf film sedemikian tipis sehingga L jauh lebih
kecil dari λ, sebut saja, L < 0,1 λ. Kemudian perbedaan panjang
lintasan 2L dapat diabaikan, dan perbedaan fase antara r1 dan
r2 hanya diakibatkan
oleh peralihan fase pantulan. Bila film dalam Gbr. 25-17, di mana pantulan
menyebabkan perbedaan fase sebesar 0,5 panjang gelombang, mempunyai ketebalan L
< 0,1 λ, kemudian r1
dan r2
benar-benar tidak sama fasenya, dan film menjadi gelap, bagaimanapun
panjang gelombangnya dan juga intensitas cahaya yang meneranginya. Kondisi
khusus seperti ini sama sesuai dengan m
= 0 dalam Pers. 35-37. Kita akan hitung ketebalan L < 0,1 λ manapun
yang merupakan ketebalan terkecil yang dinyatakan dalam Pers. 35-37 untuk
membuat film pada Gbr. 35-17 gelap. (Setiap ketebalan semacam itu akan sesuai
dengan m = 0). Ketebalan yang lebih besar berikutnya yang akan membuat
film gelap adalah yang sesuai dengan m = 1).
Gambar
35-18 menunjukkan film sabun vertikal yang ketebalannya meningkat dari atas ke
bawah karena gravitasi telah membuat film menumpuk. Cahaya putih cerah
menerangi film. Namun, bagian atas sedemikian tipisnya sehingga terlihat gelap.
Di tengah (kelihatannya lebih tebal) kita lihat rumbai-rumbai, atau pita-pita,
di mana warnanya utamanya tergantung pada panjang gelombang di mana cahaya yang
terpantulkan mengalami interferensi konstruktif sepenuhnya untuk
ketebalan tertentu. Menuju ke bawah (paling tebal), rumbai secara bertahap
menjadi menyempit dan warnanya mulai tumpang tindih dan memudar (Halliday dkk,
2010: 449).
Peralihan Warna dari Kupu-kupu Morpho dan Mata Uang Kertas
Permukaan yang
menunjukkan wama-warna akibat interferensi film tipis dikatakan iridescent (multiwama)
karena pewarnaan dari warna-warna tersebut berubah ketika Anda mengubah
permukaan pandangan Anda.
Permainan
warna dari permukaan atas dari sayap kupu-kupu Morpho itu disebabkan oleh
interferensi film dari cahaya yang dipantulkan oleh teras-teras tipis dari
material seperti film kuku transparan yang ada di sayap. Teras-teras ini
disusun seperti cabang-cabang yang melebar, mendatar seperti pada sebuah struktur
pohon yang menjulang tegak lurus pada sayap-sayap tersebut.
Andaikan
Anda melihat langsung ke bawah pada teras-teras ini ketika cahaya putih
menyinari langsung ke sayap. Kemudian cahaya tersebut dipantulkan kembali ke
Anda dari teras-teras yang mengalanmi interferensi konstruktif sepenuhnya pada
wilayah
biru-hijau dari
spektrum cahaya tampak. Cahaya di wilayah kuning dan merah, pada ujung spektrum
cahaya yang berlawanan, lemah karena cahaya mengalami interferensi menengah.
Jadi, permukaan bagian atas dari sayap kelihatan biru-kuning bagi Anda.
Jika
Anda tangkap cahaya yang dipantulkan dari sayap pada arah lainnya, cahaya telah
berjalan sepanjang lintasan yang miring melewati teras-teras tersebut.
Kernudian panjang gelombang di mana di sana terjadi interferensi konstruktif
sepenuhnya itu bisa saja berbeda dari cahaya yang dipantulkan langsung ke atas.
Jadi, bila sayap bergerak dalam pandangan anda sehingga sudut penglihatan
berubah, wama di mana sayap terlihat berubah sudutnya paling cerah
perubahan-perubahannya, menghasilkan permainan warna dari sayap tersebut.
Tinta
pengalih warna yang digunakan pada uang kertas berfungsi hampir sama caranya
dengan sayap pengalih warna-pada kupu-kupu Morpho. Gambar 35-19a
menunjukkan penampang-melintang dari lapisan-lapisan tinta yang digunakan pada
berbagai mata uang. Pengalihan warna tersebut disebabkan dari lapis-lapis
serpihan tipis yang mengapung dalam tinta biasa. Gambar
35-19b menunjukkan penampang-melintang salah satu serpihan. Cahaya yang
menembus tinta biasa di atas serpihan tersebut berjalan melewati lapisan tipis
khrom (Cr), magnesium fluorida (MgF2), dan aluminium (Al). Lapisan
Cr berfungsi sebagai cermin yang lemah, lapisan Al berfungsi sebagai cermin
yang lebih baik, dan lapisan MgF2 berfungsi seperti film sabun.
Hasilnya, cahaya dipantulkan ke atas dari setiap batas di antara
lapisan-lapisan kembali melewati melalui tinta biasa dan kemudian mengalami
interferensi di mata pengamat. Wama yang mana mengalami interferensi
kontsruktif sepenuhnya akan tergantung pada ketebalan L dari lapisan MgF2.
Pada mata uang US yang dicetak dengan tinta pengalih warna, nilai L didesain
agar menghasilkan interferensi konstruktif sepenuhnya untuk cahaya merah atau
merah-kuning ketika pengamat melihat lurus ke bawah pada mata uang tersebut.
Ketika pengamat memiringkan mata uang tersebut sehingga memiringkan pada
serpihan-serpihan, cahaya yang sampai ke pengamat dari serpihan-serpihan
mengalami interferensi konstruktif untuk cahaya hijau. Jadi, dengan mengubah
sudut pandang, pengamat dapat mengalihkan warnanya. Negara-negara lain
menggunakan desain serpihan film-film tipis yang lain untuk mendapatkan
pengalihan warna yang berbeda pada mata uangnya (Halliday dkk, 2010: 449-452)
G. Teori Difraksi
Difraksi
adalah penyebaran gelombang, contohnya cahaya, karena adanya halangan. Semakin
kecil halangan, penyebaran gelombang akan semakin besar. Hal ini diterangkan
oleh Hygens. Pada saat melewati celah kecil, muka gelombang akan menimbulkan
wavelet-eavelet baru yang jumlahnya tak terhingga gelombang tidak mengalir
lurus saja, tetapi menyebar. Syarat terjadinya lebar celah seorde dengan
panjang gelombangnya. (Suroso, 2016)
Difraksi
Fraunhoper dan Fresnel
Difraksi yang juga mengahasilkan pola interferensi
dikelompokkan dalam dua kategori bergantung pada dimana sumber dan layar
ditempatkan terhadap penyebab difraksi. Bila baik sumber atau layar berada
dekat dengan rongga atau rintanga, maka muka gelombang menjadi sferis dan
polanya menjadi sangat kompleks. Ini disebut difraksi fresnel. Sedangan apabila cahaya dating dari sumber jauh
jatuh ke celah dan yang sampai titik pengamatan dapat digambarkan sebagi
gelombang bidang sehingga ini menyangkut apa yang disebut difraksi fraunhoper. (Allard, 1990)
Gambar 4. Difraksi Fresnel
( soniasmian-fst12.web.unair.ac.ida/artikel_detail-138766-Materi%20Kuliah-Difraksi%20Fresnel.htm)
|
Sistem difraksi yang digunakan adalah difraksi Franhoufer.
Perhatikan bahwa ketika fokus pada berkas cahaya yang dibelokkan di sekitar
celah, kita lihat bahwa berkas cahaya tersebut dibelokkan dalam sudut tertentu,
dalam gambar di atas cahaya dibelokkan sebesar θ. Ketika berkas cahaya
jatuh pada layar, berkas cahaya tersebut dianggap menempuh lintasan yang sama,
ingat kembali konsep difraksi Franhoufer. Perhatikan segmen F, kita ambil
tiga berkas gelombang cahaya yaitu berkas cahaya (1), (2), dan (3). Pada batas
lintasan op,berkas cahaya (1), cahaya menempuh lintasan
sejauh pq. Kita misalkan lintasan pq sebanding dengan ½λ.
Pada segmen ½oq berkas cahaya (2) menempuh lintasan rt dimana
berkas cahaya yang melampui lintasan itu sebanding dengan ¼ λ. Beda fase
antara berkas cahaya (1) dan (2) adalah 1800 dan ini berarti berkas cahaya
tersebut mengalami interferensi destruktif, pola difraksi yang tampak pada
titik A adalah gelap (Allard, 1990)
Gambar 5. Difraksi Fraunhoper
( soniasmian-fst12.web.unair.ac.ida/artikel_detail-138766-Materi%20Kuliah-Difraksi%20Fraunhofer.htm)
|
Gambar 6. Pola difraksi Franhoufer celah tunggal yang
tampak pada layar
|
Pola gelap terang hasil interferensi yang tampak pada
layar merepresentasikan energi gelombang elektromagnetik yang jatuh suatu
titik. Seperti yang telah dikemukakan pada, intensitas berhubungan dengan
tingkat kecerahan cahaya. Pada titik dimana terdapat terang pusat, disitulah
intensitas cahaya paling besar. Dalam konteks energi elektromagnetik, pada
titik itu pula energi gelombang elektromagnetik terakumulasi secara maksimum (Dood,
2000).
Gambar 7. Distribusi cahaya pada difraksi celah tunggal
Franhoufer. (Halliday
& Resnick, FISIKA, 1990)
|
Distribusi intensitas cahaya pada difraksi celah tunggal
Franhoufer tampak seperti pada Gambar 10. Pada saat θ intensitas
yang terlihat pada layar adalah maksimum. Intensitas semakin menurun dengan
bertambahnya sudut. Semakin besar sudut semakin kecil intensitas. Dalam
difraksi Franhoufer, intensitas maksimum hampir terlokalisir pada satu titik
yaitu pada terang pusat. Intensitas yang terukur pada saat θ=0 adalah juga
maksimum. Perhatikan bahwa ketika θ = 0
nilai α adalah nol.Namun dari persamaan tersebut dihasilkan
intensitas nol/nol. Sudut α diukur dalam satuan radian. Hasil
perhitungan nol/nol menghasilkan angka yang tidak tentu (Ishimaru, 1991).
Difraksi
suatu sifat gelombang yang menarik ialah bahwa gelombang dapat dibeokan oleh
rintangan. Sebagai contoh, anda dapat mendengar suara yang datang dari balik
pagar tebok atau dari balik suatu bukit, meskipun tidak ada benda disekitar
anda yang dapat mematulkan gelomabang bunyi. Ketika begitu biasa dengan
gelombang bunyi sehingga kita tidak pernah memperhatikan hal ini. Kejadian ini,
yang merupakan pembelokan energi yang dibawa oleh geombang ke daerah
bayang-bayang, disebut difraksi.
Untuk
dapat memahami kejadian ini mari kita tinjau lagi gelomabang lain suatu
gelombang harus datang pada suatu celah. Lebar celah ini dibuat lebih kecil
dari panjang gelombang bahwa gelomabang yang keluar dari celah bukan gelomabang
lurus tetapi suatu gelombang lingkaran yang menyebar ke semua arah. Jadi
gelombang yang datang dibelokan oleh celah. Jika suatu gelombang lurus datang
pada sutu celah dengan lebar yang lebih besar dari pada panjang gelombang. Dapat
anda bandingkan lebar celah dengan jarak antara garis terang, yang tidak lain
adalah panjang gelombang. Tampak bahwa jika celah dipersempit maka gelombang
oleh celah makin terlihat, dan jika celah terus dipersempit sehingga lebar
celah sama dengan panjang gelombang kita dapatka gelombang lingkaran yang
menyebar ke semua arah akan keluardari celah (Sutrisno, 1997, p. 98)
Kita
dapat menjelaskan terjadinya difraksi dengan menggunakan teori Huygens tentang
perjalanan gelombang. Seperti yang telah dikemukakan didepan, teori Huygens
menyatakan bahwa setiap titik pada permukaan gelombang dapat dianggap sebagai
sumber gelombang yang megeluarkan suatu gelombng lingkaran. Gelombang lingkaran
yang keluar dari titik-titik pada muka belombang ini disebut geombang sekunder.
Garis singgung pada permukaan gelombang sekunder pada sutau saat akan
memberikan muka gelombang yang baru. Makin lebar celahnya, maka gelombang yyng
keluar dari celah makin mirip dengan garis lurus, sehingga sinar-sinar
gelombang yang mempunyai arah tegak lurus, terhadap muka gelombang akan tidak
banyak mengalami pembelokan. Sebaliknya jika celahnya sempit maka muka gelombang
yang ditarik sebagai garis singgung pada gelombang-gelombang sekunder yang
berasal dari celah mulai menyimpang dari garis lurus, sehingga sinar-sinar
gelombangnya, yaitu arah jalar gelombang kan mengalami pembelokan yag lebih
besar. Gelombang bunyi mempunyai panjang gelombang dalam orde meter; tidak
heran kalau gelombang bunyi mengalami difraksi yang parah, sebab berbagai
penghalang seperti jendela dan pintu mempunyai ukuran dalam orde panjang
gelombang. Sebaliknya kita jarang melihat peristiwa difraksi cahaya dalam
kehidupan kita sehari-hari, sebba panjang gelombang cahaya adalah orde 10-4
mm, sehingga penghalang yang dijumpai sehari-hari selalu lebih jauh besar
dibanding dengan panjang gelombang (Sutrisno, 1997, p. 99)
Difraksi
merupakan penyebaran ketika cahaya tersebut keluar dari satu celah sempit. Akan
tetapi, bukan saja penyebaran yang terjadi, malah cahaya ini menghasilkan pola
interferensi yang disebut pola difraksi. Sebagai contoh, ketika cahaya
monokromatik dari sumber yang jauh (laser) lewat melalui sebuah celah sempit
kemudian ditangkap oleh layar, cahaya ini akan menghasilkan pola difraksi pada
layar tersebut seperti pola yag ditunjukan pada gambar 8. Pola ini terdiri atas
maksima sentral yang lebar dan intens (sangat terang) ditambah sejumlah maksima
yang lebih sempit dan kurang intens (yang disebut maksima sekunder atau sisi)
pada kedua sisinya. Diantar maksima ini terdapat sejumlah minima.
Gambar 8. Pola Difraksi pada Layar. (Halliday, Resnick, & Walker, Fisika Dasar,
2010)
|
Pola seperti itu sama
sekali tidak akan diharapkan pada optika geometris;jika cahaya merambat dalam
garis lurus seperti sinar, maka celah ini akan membiarkan sebagian dari sinar
itu membentuk gambar celah tersebut pada layar.
(Halliday, et al., 2010)
Difraksi tidak terbatas
pada kedaaan ketika cahaya lewat melalui lubang sempit (seperti celah atau
lubang jarum). Difraksi juga terjadi ketika cahaya lewat melalui lubang sempit
pinggiran, seperti pinggiran bilah pisau cukur yang difraksinya ditunjukan pada
gambar 9.
Gambar 9. Pola Difraksi pada Layar. (Halliday, Resnick, & Walker, Fisika Dasar,
2010)
|
Perhatikan
garis-garis maksima da minima yang terbentang hampir sejajar dengan
pinggirannya , baik dalam pinggiran sebelah dalam maupun pingiran sebelah luar.
Ketika cahaya melewati, misalnya saja, pinggiran tegak dikiri cahaya tersebut
akan memancar ke kiri danke kanan serta mengalami interferensi, yang
menghasilkan pola disepanjang pinggiran kiri. Bagian yang paling kanan
polatersebut sebenarnyaterletak di belakang bilah pisau cukur ini, di dalam
luasan aan berupa bayangannya jika optia-geometris berlaku di sini. (Halliday, et
al., 2010)
Anda
menemukan suatu contoh lazim difraksi ketika anda melihat ke langit biru yang
masih bersihdan melihat bintikyang sangat kecil da terstruktur mirip rambut
yang mengapung-apung dalam pandangan anda.
Apungan (floater) ini, sebutannya dihasilkan ketika cahaya melewati
pinggirandeposit-deposit kecil dalam vitreous humor, material transparan yang
mengisi bola mata. Yang anda lihat ketika satu apungan berada dalam bidang
pandang anda adalah pola difraksi yang dihasilkan paa retina oleh satu deposit
tadi. Jika anda melihat melalui lubang
sangat kecil pada secarik karton sedemikian rupa sehingga cahaya yang masuk ke
mata anda kira-kira berupa gelombang bidang. Anda dapat membendakan
masing-masing maksima dan minima pola tersebut. (Halliday, et al., 2010)
Difraksi
merupakan efek gelombang. Dengan kata lain, difraksi terjadi karena cahaya
merupakan suatu gelombang dan difraksi itu terjadi pada jenis-jenis gelombang lain.
· Bintik
Terang Presnel
Difraksi
telah punya penjelasan dalam teori gelombang cahaya akan tetapi, ini, yang
mula-mula muncul pada penghujung 1600-an oleh Huygens dan digunakan123 tahun
kemudian oleh Young untuk menjelaskan interferensi celah-ganda, pada mulanya
lambat diterima. Terutama karena teori ini berhadapan dengan teori newton bhwa
cahaya merupakan aliran partikel. (Halliday, et al., 2010)
Pandangan
newton merupakan pandangan yang dianut oleh lingkungan ilmuan prancis awal abad
ke-19, ketika Agustin Fresnel ketika itu masih seorang anggota zeni muda.
Fresnel, yang percaya pada teori gelombang cahaya, menyerahkan makalah ke
Akademi Sains Prancis yang menjelaskan
percobaanya tentang cahaya dan penjelasannya percobaan tersebut berdasarkan
teori gelombang. (Halliday, et al., 2010)
Pada
1819, Aademi tersebut, yang didominasi oleh penduduk teori Newton dan yang
berpikir-pikir untuk menantang pandangan teori gelombang tersebut, menyelenggarakan
perlombaan karya tulis yang berkeaan dengan difraksi . Fresnel menang. Akan
tetapi, pengikut newton tidak juga berubah pikiran dan tidak tinggal diam .
salah satu di antara mereka, S.D. Poisson, mengemukakan “hasil anaeh”yang jika teori Fresnel itu benar,
maka gelombang cahaya haruslah melebar bidang bayangan bola ketika gelombang
cahaya tersebut melewati pinggiran bola, yang menghasilkan satu bitik terang
ditengah bayangan tersebut. Komisi hadiah melaksanakan pengujian atas perkiraan
Poisson tersebut dan menemukan bahwa bintik tentang Fresnel , begitu kita
menyebutnya sekarang, memang muncul
seperti Digambar 10 .
Gambar 10. Bintik Fresnel. (Halliday, Resnick, & Walker, Fisika Dasar,
2010)
|
Tidak
ada apapun yang membangun kepercayaan atas suatu teori yang yang begitu kuat
selain dari pada yang mewujudkan
prakiraan yang tak di harapkan dan berlawanan dengan institusi yang
kemudian dibuktikan oleh suatu percobaan (Halliday dkk, 2010: 467).
H. Difraksi Celah Tunggal: Menentukan Letak Minima
Sekarang
kita periksa pola difraksi bidang gelombang cahaya dengan panjang gelombang
λ yang didifraksi oleh celah panjang,
sempit tunggal dengan lebar a pada layar B yang taktransparan, seperti yang
ditunujukan pada gambar penampang.
Gambar 11. Difraksi oleh celah Panjang, sempit
tunggal. (Halliday, Resnick, & Walker, Fisika Dasar,
2010)
|
Dalam gambar itu, gambar celah membentang
menuju dan keluar dari bidang lembaran gambar, dan muka gelombangnya yang
datang sejajar dengan layar B). Ketika cahaya yang terdifraksi sampai pada
layar C, gelombang dari titik-titik yan berbeda di dalam ceah tersebut mengalami
intererensi dan menghasilkan pola difraksi yang berupa sejumlah rumbai (fringe) terang dan gelap (maksima dan
minima interferensi) pada layar. Untuk menentukan letak rumbai ini. Kita akan
menggunakan suatu prosedur yang agak serupa dengan prosedur yang digunakan
untuk menentukan rumbai dlam pola interferensi dua celah. Akan tetapi kita dapat
menentukan persamaan rumbai gelap saja. (Halliday, et al., 2010)
Akan tetapi, sebelum kita melakukannya, kita
dapat membuktikan rumbai terang sentral dalam gambar dengan memperlihatkan
bahwa wavelet (anak gelombang atau gelombang bagu) dan gelombang
penyederhananan yang melibatkan pembuatan sinar datang yang melalu i celah menjadi berpasangan dan kemudian
mencari keadaan bagaimana yang menyebabkan wavelet sinar-sinar dalam setiap
pasangan dapat saling meniadakan. Kita terapkan strategi ini pada gambar 10 untuk menentukan letak
rumbai gelap pertama, dititik P1. Pertama-tama , kita bayangkan kita membagi
celahnya menjadi dua wilayah dengan lebar yang sama yakni a/2. Kemudian kita perpanjang sinar r1 dari
titik atas di wilayah atas ke titik P1 dan sinar cahaya r2 dari titik atas diwilayah
bawah. Sumbu tengah ditarik dari pertengahan celah ke layar C. dan P1
ditempatkan dengan sudut θ terhadap sumbu tengah ini. (Halliday, et al., 2010)
Wavelet pasangan sinar r1 dan r2 sefase di
dalam celahnya karena keduanyaberasal dari muka gelombang yang sama melalui
celah ini, membentangi lebar celah. Akan tetapi, untuk meghasilkan rumbai gelap
pertama maka pasangan rumbai tersebut haruslah berbeda fse sebesar λ/2 ketika
keduannya sampai di P1 ; beda fase ini diakibatkan oleh beda panjang
lintasannya karena lintasan yang ditempuh oleh wavelet r2 untuk mencapai P1
lebih panjang daripada lintasan yang ditempuh oleh wavelet r1. Untuk
memperagakan beda panjang lintasan ini, kita cari satu titik b pada snar r2
sedemikian rupa sehingga panjang lintasan dari b ke P1 sama dengan panjang
lintasan sinar r1. Maka beda panjang sinar lintasan antara kedua sinar tersebut
ialah jarak dari pertengahan celah ke b.
Jika layar C berada dekat layar B, seperti
pada gambar 10,
pola difraksi pada C sulit dijelaskan dengan matematik. Akan tetapi, kita dapat
lebih menyederhanakan matematikanya jika kita dapat mengatur jarak D menjadi
jauh lebih besar dari pada lebar celah a. kemudian kita dapat menganggap sinar
r1 dan r2 sebagai sinar sejajar, pada sudut θ terhadap sumbu tengah gambar 36-4b.
kita juga dapat mengaproksimasikan segitiga yang dibentuk oleh titik b, titik
atas celah dan titik tengah celah sebagai sebagai segitiga siku-siku, dan salah
satu sudut dalam segitiga tersebut sama dengan θ. Maka beda panjang lintasan
antara sinar r1 dan r2 (yang masihberupa
jarak dari pertengahan celah ke titik b) sama dengan (a/2) sin θ. (Halliday, et
al., 2010)
Kita dapat mengulangi analisis untuk
pasangan sinar lainyang memancar dari titik yang bersesuaian dalam kedua
wilayah (pada titik tengah wilayah tersebut) dan mencapai titik P1. Setiap
pasangan sinar demikianmempunyai beda panjang yang lintasan yang sama (a/2) sin θ. Dengan membuat beda panjang
lintasan bersama ini sama dengan λ/2 (kondisi yang berlaku untuk rumbai gelap
pertama), kita peroleh:
Yang memberikan a sin
=
λ (minima pertama).
Dengan lebar celah a
dan panjang gelombang λ , pers. 36-1 menghasilkan sudut
dari rumbai gelap pertama di atas dan (sesuai
dengan kesimetrian) di bawah sumbu tengah.
Perhatikan
bahwa jika kita mulaidengan a > λ dan kemudian mempersempit celahnya sambil
tetapmempertahankan panjang gelombangnyakonstan, kita menaikan sudut munculnya rumbai
gelap pertama dengan kata lain, tingkat difraksi (tingkat pelebaran dan lebar
pola) akan lebih besar untuk celah yang lebih sempit. Apabila kita mempersempit
lebar celah hingga sama dengan panjang panjang
gelombangnya (dengan kata lain, a =), sudut rumbai gelap pertamasama
dengan 90o. Karena rumbai gelap pertm menandai kedua pinggiran
rumbai celah sentral, maka rumbai cerah itu akan menutupi seluruh layar
pandangnya.
Gambar 12. Difraksi oleh celah Panjang, sempit tunggal. (Halliday, Resnick, & Walker, Fisika Dasar,
2010)
|
Kita mencari rumbai gelap kedua di atas
dan di bawah sumbu tengah seperti kita mencari garis garis gelap pertama,
kecuali bahwa sekarang kita membagi celahnya menjadi empat wilayah yang
lebarnya sama yaitu a/ λ, seperti yang ditunjukan pada gambar 11a. Kita kemudian
memperpanjang sinar-sinar r1, r2,r3,dan
r4, dari titik wilayahnya ke titik P2, yang merupakan letak garis gelap kedua d
atas sumbu tengah. Untuk menghasilkan garis itu, beda panjang lintasan antara
r1 dan r2, dab beda panjang lintasan r2 dan r3, serta beda panjang lintasan r3
dan r4 harus sama dengan λ/a. (Halliday, et
al., 2010)
Untuk
D > a, kita dapat mengaproksimasikan keempat sinar ini sebagai sinar-sinar
sejajar, pada sudut
terhadap sumbu tengahnya. Untuk memperlihatkan
beda panjang lintasannya kita perpanjang satu garis tengak lurus terhadap
setiap pasangan sinar ang berdampingan seperti yang ditunjukan pada gambar 11b, untuk membentuk
sederetan segitiga siku-siku, yang masing-masing mempunyai beda panjang lintasan
antara r1 dan r2 yang sama dengan (a/4) sin
. Serupa halnya, dari segitiga bawah,
beda panjang lintasan anatara r3 dan r4 juga sama dengan (a/4) sin
Sebenarnya, beda panang lintasan intuk
sebarang da sinar ang berasal dari titik yang bersesuaian pada dua wilayah yang
berdampingan ialah (a/4) sin
Karena setiap kasusu seperti ini beda panjang
gelmbang sama dengan λ/2, kita peroleh:
,
Yang menghasilkan: a
sin
=
2λ (minima kedua)
Sekarang
kita lanjutkan menentukan garis-garis gelap dalam pola difraksi ini dengan
membagi celahnya menjadi lebih banyak wilayah yang lebarnya sama. Kita akan
selalu memilih sejumlah wilayah genap sehingga wilayah-wilayah tersebut (dan
gelombang-gelombangnya) dapat dibuat berpasangan seperti yang telah kita
lakukan sebelumnya. Kita akan mencari bahwa rmbai-rumbai gelap yang di atas dan
di bawah sumbu tengah dapat ditentukan letaknya dengan persamaan umum
a sin
=
mλ , untuk m= 1, 2, 3, 4, …………,n (minima-rumbai-rumbai gelap)
Dalam
satu percobaan difraksi celah tunggal, rumbai-rumbai gelap dihasilkan pada beda
panjang lintasan (a sin
) diantara sinar-sinar bagian atas dan
bawah yang sama dengan λ, 2λ.
Ini
tampaknya salah karena gelombang-gelombang dua sinar tertentu akan benar-benar
sefase satu sama lain apabila beda panjang lintasannya meruapakn kelipatan
bilangan bulat panjang gelombang. Akan tetapi masing-masing masih tetap
merupakan bagian dari pasangan gelombang yang benar-benar tak sefase satu sama
lain dengan demikian, setiap gelomabang akan ditiadakan oleh gelombang lain
yang menghasilkan bagian yang gelap. (Halliday, Resnick, &
Walker, Fisika Dasar, 2010)
I. Difraksi Lubang Berbentuk Lingkaran
Jika
celah yang kita gunakan berbentuk lingkaran, maka persoalannya tidaklah
sederhana. Kita harus menjumlahkan gelombang yang berasal dari setiap titik
dalam lubang. Untuk lubang berdimensi dua sukar untuk menggukan diagram vektor,
akan tetapi kita harus menggunakan integral yang sulit. Hasilnya ternyata tidak
jauh berbeda dengan difraksi oleh sutau celah. Jika suatu lubang berbentuk
lingkaran dengan garis tengah d disinari
dengan gelombang cahaya, minimum pertama intensitas difraksi akan terjadi pada
arah θ , dimana sin θ = 1,22 λ/d bayangan yang terjadi pada layar akan
berbentuk lingkaran-lingkaran konsentrik (dengan pusat yang sama); lingkaran
bulat dan terang silih berganti. Lingkaran gelap pertama tidak lain adalah
minimum pertama pada distribusi intensitas difraksi. Intensitas lingkaran
terang selanjutnya jauh lebih kecil daripada intensitas maksimum yang ditengah
(sentral). Lingkaran-lingkaran ini disebut Lingkaran
Airy, karena Airy adalah orang yang pertama-tama memecahkan persoalan
difraksi oleh lubang berbentuk lingkaran. Kita akan menggunakan hasil ini
kemudian untuk menentukan daya pisah alat optik. Pembahasan kita tentang
difraksi tidak hanya berlaku untuk grlombang cahaya saja, tetapi berlaku untuk
semua gelombag. Suatu antena pemancar gelombang mikro (microwaves) yang
mempunyai atau mempunyai banyak penampang berbentuk lingkaran dapat dianggap
sebagai suatu lubang, dan gelombang mikro yang keluar akan mengalami difraksi.
Bedanya dengan gelombang cahaya hanya terletak pada ukuran yang dipakai. Untuk
gelombang mikro panjang gelombangnya kira-kira 10 cm, dan antena atau garis
tengah lubang yang dipakai berukuran 1-100 m (Sutrisno, 1997)
J. Difraksi Celah Ganda
Dalam percobaan celah ganda kita secara tersyirat
mengangap bahwa jauh lebih sempit dari pada panjang gelombang cahaya yang
meneranginnya. Untuk celah sempit demikian maksimal sentral pola difraksi celah
manapun akan menutup semua layar. Lebih dari itu, intterferensi dari kedua
celah akan menghasilkan rumbai terang dengan intensitas yang hampir sama. Akan
tetapi untuk celah yang relatif lebar interferensi dari kedua celah akan
menghasilkan rumbai terang yang semuannya tidak sama intensitannya dengan kata
lain, intensitas rumbai yang dihasilkan oleh interferensi celah ganda
dimodifikasi oleh difraksi cahaya yang lewat melalui setiap celah.
Pola interferensi celah ganda yang terjadi
pada celah yang sempit memilki rumbai interferensi terang dengan intensitas
yang sama. Dengan mempertimbangkan pengaruh difraksi intensitas pola
interferensi celah ganda diberikan oleh titik
I(θ) = Im (cos2
β) (
)2
Β =
sin θ
α =
sin θ
dimana
d merupakan jarak antara tengah-tengah celah dan a merupakan lebar celahnya.
Perkalian Im dipengaruhi oleh dua faktor yaitu yang pertama faktor
interferensi yang disebabkan oleh
interferferensi antara dua celah dengan jarak d dan yang kedua faktor
difraksi yang diakibatkan oleh difraksi celah tunggal yang lebarnya a.
Pola celah ganda menggabungkan pola
interferensi dan difraksi secara sempurna. Kedunnya merupakan efek tumpang
tindih, karena merupakan keduannya hasil gabungan gelombang dengan fase yang
berbeda. Juka gelombang gabungan ini berasal dari sejumlah koheren elementer
maka hal ini dapat disebut sebagai interferensi. Jika gelomabng yang bergabung
ini adalah berasal dari gelombang tunggal maka disebut sebagai difraksi.
Perbedan antara interferensi dan difraksi ini merupakan perbendaan sederhana,
tetapi kita tidak boleh lupa bahwa keduanya efek tumpang tindih dan biasanya kedunnya
muncul secara bersamaan (Halliday, et al., 2010)
K. Kisi-Kisi Difraksi
Salah satu alat yang berguna dalam
membahas cahaya dan objek yang memancarkan dan menyerap cahaya ialah kisi-kisi
difraksi. Alat ini agak mirip dengan susunan celah ganda tetapi mempunyai
jumlah celah N yang jauh lebih banyak yang sering disebut garisan, yang mungkin
jumlahnya sampai beberapa ribu permilimeter. Kisi-kisi yang diidealisasi
terdiri dari lima cahaya. Apabila cahay monokromatik dilewatkan melalui
celha-celah ini, celah-celah ini membentuk rumbai-rumbai interferensi sempit
yang dapat dianalisis untuk menentukan gelombang cahayannya. Cahaya kemudian
berpencar balik dari alur-alur tersebut. Untuk mmbentuk garis-garis
interferensi dan bukan diteruskan melalui celah terbuka.
Dengan cahaya monokromatik datang pada
kisi-kisi difraksi jika menambah jumlah celah dari dua menjadi jumalah N yang
lebih banyak plot intensitas berubah dari plot celah ganda yang seperti biasa
menjadi plot yang jauh lebih rumit. Oleh karena itu maksimanya sekarang sangat
sempit, maksima ini dipisahkan oleh gelah yang relatif lebih lebar. (Halliday, et
al., 2010)
Untuk menentukan letak garis-garis terang
pada layar pertama-tama kita menganggap bahwa layarnya cukup jauh dari kisi
sehigga sinar-sinar yang sampai pada titik P tertentu dilayar adalah kira-kira
sejajar ketika sinar-sinar tersebut meninggalkan kisi. Kemudian kita terapkan
pada setipa pasangan garisan berdampingan nalar yang sama dengan kita gunakan
untuk interferensi celah ganda pemisahan d diantara garisan tersebut disebut
sebagai jarak kisi (jika N garisan menempati lebar menyeluruh w maka d = w/N).
Beda panjang lintasan antara sinar yang berdampingan dalam hal ini pun sama
dengan d sin θ, dengan θ adalah sudut dari sumbu tengah kisi ketitik P. Satu
garis akan ditempatkan di P jika beda panjang lintasan antara sinar yang
berdampingan merupakan jumlah bulat panjang gelombang. Dengan demikian dapat
ditulis secara matematis :
d sin θ = mλ, untuk m = 0, 1, 2, ...
dengan
λ merupakan panjang gelombang cahayanya. Setiap bilangan bulat m mewakili satu
garis yang berbeda bilangan bulat m tersebut disebut sebagai bilangan orden,
dan garisnya disebut garis orde ke 0 yaitu garis sentral dengan m sama dengan 0
sedangkan garis orde pertama ditulis sebagai m samadengan 1, garis orde kedua
yaitu m sama dengan 2 dan seterunya. Untuk kisi difraksi sudut dari sumbu tenga
kegaris manapun tergantung pada panjang gelomabang cahaya yang digunakan.
Dengan demikian apabila cahaya yang panjang gelombangnya tidak diketahui
diarahkan melalui kisi difraksi, pengukuran sudut terhadap garis-garis orde
yang lebih tinggi pada persamaan diatas untuk menentukan panjang
gelombangnnya.cahaya dengan beberapa gelomabang pun dapat dibedakan dan
diidentifikasi dengan cara ini karena kita tidak dapat melakukan dengan susunan
celah gandan pada percbaan young. Pada interferensi celah ganda, rumbai terang
akibat panjang gelomabang yang berbeda tumpang tindih terlalu banyak untuk
dibedakan (Halliday, et al., 2010, p. 481)
BAB III
PENERAPAN DAN APLIKASI DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI
A. Ayat Al-Qur’an
Interferensi dan Difraksi tersendiri memiliki konsep fisika yang
menjelaskan mengenai seluruh gelombang. Gelombang Air atau bahkan gelombang
cahaya. Konsep ini juga ternyata terkandung dalam ayat-ayat Al-Qur’an dan nilai
–nilai keislaman. Dalam Al-Qur’an Surah An-Nur ayat 35 :
Artinya
: “Allah
(pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya-Nya, seperti
sebuah lubang yang tidak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu
di dalam tabung kaca (dan) tabung kaca itu bagaikan bintang yang berkilauan,
yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang diberkahi, (yaitu) pohon zaitun
yang tumbuh tidak di timur dan tidak pula di barat, yang minyaknya (saja)
hamper-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya
(berlapis-lapis), Allah memberi petunjuk kepada cahaya-Nya bagi orang yang Dia
kehendaki, dan Allah membuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia. Dan Allah
mengetahui segala sesuatu”. (an-Nur/24: 35)
B. Teknologi Konsep Interferensi Dan Difraksi Dalam Kehidupan Sehari-Hari
Dalam penerapannya interferensi dan difraks mengambil banyak peran dalam
membantu kehidupan manusia sehari-hari, diantaranya :
1.
Analisis pembagian corak bentuk dari model biologi dan
sel dengan analisis Fourier pengukuran sebaran cahaya statis
Model sel
biologi dalam bermacam-macam kompleksitas geomitris digunakan untuk
menghasilkan data untuk menguji suatu metoda penyulingan corak geometris dari
distribusi sebaran cahaya. Pengukuran tergantung pada sudut dan cakupan cahaya
dan intensitas yang dinamis menyebar dari model ini dibandingkan kepada
distribusi yang diramlkan oleh suatu teori sebaran cahaya (Mie) dan oleh teori
difraksi (Fraunhofer). Suatu perkiraan daripada teori Fraunhofer menyediakan
suatu yang bermakna dalam ukuran perolehan dan membentuk corak data oleh suatu
analisi spectrum. Verifikasi dari percobaan yang menggunakan nucleated
erythrocytes sebagai material biologi menunjukan aplikasi potensi dari metode
ini untuk pengelompokan ukuran yang penting dan parameter bentuk dari data
sebaran cahaya. (Suardika, 2012)
2.
Aplikasi teori difraksi fraunhofer ke disain detector
yang bersifat spesifik
Cahaya menyebar dari sel epithelial di dalam suatu
celah penelitian aliran sitem diperagakan menggunakan teori difraksi Fraunhofer
kondisi scalar. Kekuatan spectrum dihitung untuk posisi model sel yang
berurutan di dalam baris focus dari suatu berkas cahaya laser dengan suatu
program computer transformasi Fourier. Menggunakan kekuatan spectrum yang
dihitung, bentuk wujud detector dirancang untuk mendeteksi struktur sel secara
spesifik. Bentuk wujud detector diuji di dalam suatu piranti celah penelitian
sebaran statis. Data menandakan kemampuan untuk orientasi mendeteksi sel dan
batasan-batasan tertentu. (Suardika, 2012)
3. Interferensi
cahaya dalam lapisan minyak dan air sabun
Kita sering mengemati pada
lapisan minyak oli pada permukaan air terlihat berwarna-warni. Kita juga sering
melihat lapisan warna-warni pada gelembung sabun. Gejala ini akibat
interferensi yang dipantukan ke mata kita dari dua permukaan lapisan tipis.
Gambar 13. Aplikasi Interferensi.(
ikekartikasari31.blogspot.co.id/2014/12/pelangi-pada-grlembung-sabun.html?m=1)
|
4.
Perhitungan Resolusi Pada Teleskop
Gambaran mengenai ruang dari kuat cahaya yang
melintasi suatu celah adalah transformasi Fourier pada celah itu. Ini mengikuti
dari dasar teori difraksi Fraunhofer. Suatu celah adalah satu rangkaian celah
kecil sekali. Cahaya yang melintasi dua celah yang bertentangan dengan dirinya
sendiri, secara berurutan secara konstruktif dan destruktif. Intensitas deret
dibelakang celah adalah penyiku dari amplitude menyangkut garis vector yang
elektromagnetis itu. Pengintegrasian ke seberang celah ditemukan bahwa, intensitas
cahaya, sebagai fungsi jarak offaxis Ѳ adalah I = Io sin2(u)/u2. Teropong
bintang yang biasanya mempunyai tingkap lingkaran, karena profil mengenai ruang
dari intensitas adalah transformasi Fourier dari suatu lingkaran. Seseorang
dapat juha lakukan dengan pengintegrasian 2-dimensional. Bagaimanapun, bahkan
semakin dekat sumber dengan sama teramh akan menghasilkan suatu puncak pusat
tidak melingkar, kaleng sumber dengan sama terang/ cerdas pada prinsipnya
dideteksi ke sekitar 1/3 jarak Rayleigh.
Teropong bintang riil tidak mempunyai semata-mata
tingkap lingkaran. Efek dari suatu penggelapan pusat akan berkurang jumlah
cahaya di dalam puncak pusat, dan meningkatkan intensitas di dalam cincin
difraksi. Sebagai tambahan, pendukung untuk penggelapan pusat lenturan cahaya
yang datang berikutnya, member poin-poin untuk melihat gambaran dari bintang
terang. (Suardika, Gelombang Optik, 2012)
5.
Lensa Difraksi pada Kamera Photography : Terapan
Konsepsi Difraksi Dalam Mempengaruhi Resolusi Dan Pencahayaan Hasil Photograpy
Pada Sebuah Kamera
Dalam dunia photography, resolusi yang semakin baik
dari sebuah alat optis, terutama kamera itu sendiri akan mampu menghasilkan
gambar yang semakin tajam. Ada banyak jenis alat optis yang disusun sedemikian
rupa untuk memperoleh sebuah bayangan nyata. Jejak-jejak optis direkam dan
divisualisasi untuk ditampilkan menjadi photo yang kita kenal dalam keseharian.
Bagian optis seperti lensa pada kamera memgang peranan yang dukup penting.
Ukuran aperture yang bersesuaian akan mengahasilkan ketajaman gambar yang
tepat. Karena pada dasarnya, menurut Rayleigh criterion mengenai daya pemisah
pada efek diffraksi munculnya efek yang lebih baik akan berkontribusi pada
ketajaman gamabr yang diperoleh. Dengan luminasi yang mantap, aperture yang
sesuai dengan keadaan efek difraksi dapat diciptakan untuk membuat gambar yang
senyata mungkin. (Suardika, Gelombang Optik, 2012)
6. Mesin
photo copy
Mesin photo copy adalah peralatan kantor yang membuat
salinan ke atas kertas dari dokumen, buku, maupun sumber lain. Mesin
photo copy zaman sekarang menggunakan xerografi, proses kering yang
bekerja dengan bantuan listrik maupun panas. Mesin photo copy
lainnya dapat menggunakan tinta.
C. Soal
I.
Pilihan Ganda
1. “Amplitudo
gelombang yang dihasilkan disuatu posisi atau waktu tertentu lebih besar dari
masing-masing gelombang”.
Pernyataan diatas
merupakan syarat terjadinya interferensi…..
a.
Konstruktif
b. Destruktif
c. Difraksi
cahaya
d. Celah
tunggal
e. Celah
ganda
2. “Amplitudo
yang dihasilkan lebih kecil dari masing-masing gelombang:.
Pernyataan diatas
merupakan syarat terjadinya interferensi…..
a. Konstruktif
b. Destruktif
c. Difraksi
cahaya
d. Celah
tunggal
e. Celah
ganda
3.
- Sumber-sumbernya harus koheren artinya
sumber-sumbernya harus menjaga suatu hubungan fase yang konstan satu sama lain.
-
Sumber-sumbernya harus
monokromatis artinya berasal dari suatu panjang gelombang tunggal
Pernyataan diatas
merupakan syarat untuk mengamati…..
a. Interferensi
difraksi cahaya
b. Interferensi
gelombang
c.
Interferensi
gelombang cahaya
d. Interferensi
gelombang transversal
e. Interferensi
gelombang longitudinal
4. Interferensi
cahaya akan terjadi apabila….
a.
Dua
atau lebih cahaya kohern dipadukan
b. Dua
atau lebih cahaya tidak kohern dipadukan
c. Dua
atau lebih cahaya kohern tidak dipadukan
d. Dua
atau lebih cahaya tidak kohern tidak dipadukan
e. Satu
cahaya yang kohern
5. Hasil
dari percobaan young membuktikan bahwa…..
a.
Cahaya
mempunyai karakteristik gelombang
b. Cahaya
tidak mempunyai karakteristik gelombang
c. Cahaya
dapat dipantulkan
d. Cahaya
tidak dapat dipantulkan
e. Cahaya
dapat dikatakan sebagai partikel
6. Difraksi
menjlaskan tentang….
a.
Penyebaran
cahaya
b. Pembiasan
cahaya
c. Penyerapan
cahaya
d. Pemantulan
cahaya
e. Pembentukan
cahaya
7. Difraksi
celah tunggal yaitu untuk….
a.
Menentukan
letak minima
b. Menentukan
letak maksima
c. Menentukan
letak minima dan maksima
d. Menentukan
letak interferensi
e. Menentukan
letak difraksi
8. “Peristiwa
pengurangan intensitas karena berkurangnya komponen-komponen gelombangnya”
Pernyataan diatas
merupakan peristiwa….
a. Interferensi
cahaya
b. Interferensi
gelombang
c. Difraksi
cahaya
d. Difraksi
gelombang
e.
Polarisasi
9. Polarisasi
hanya bisa dialami oleh…..
a. Gelombang
cahaya
b.
Gelombang
transversal
c. Gelombang
longitudinal
d. Gelombang
transversal dan longitudinal
e. Tidak
ada yang benar
10. Polarisasi
cahaya dapat terjadi karena adanya….
a. Pemantulan,,
absorpsi, selektif, dan hamburan
b. Pemantulan,
pembiasan, selektif, dan hamburan
c. Pemantulan,
pembiasan, absorpsi, dan hamburan
d. Pemantulan,
pembiasan, absorpsi, dan selektif
e.
Pemantulan,
pembiasan, absorpsi, selektif, dan hamburan
II.
Uraian
1. Seberkas
cahaya monokromatis dengan panjang gelombang 5000 Å mengenai kisi yang terdiri
dari 10000 celah/cm. Garis terang orde pertama diamati terjadi pada sudut 30o.
Apabila kisi tersebut diganti dengan kisi yang terdiri dari 7500 celah/cm, maka
pada sudut 30o tersebut akan diamati…
Jawab:
Pola terang kisi
difraksi adalah d sin θ = n λ, dengan d = 1/N (N = konstanta kisi) sehingga persamaannya:
1/N sin θ = n λ
n = sin θ / Nλ, karena θ dan λ tetap maka n sebanding 1/N, sehingga:
n2 / n1 = N1 / N2
10000 / 7500 = 4/3
n2 = 4/3 n1 = 4/3 (1) = 4/3 = 1,33
pola terang bila n = 1, 2, 3, …
pola gelap bila n = 1/2, 3/2, 5/2, …
Karena hasilnya n = 1,33 maka bukan garis terang maksimum maupun gelap minimum.
1/N sin θ = n λ
n = sin θ / Nλ, karena θ dan λ tetap maka n sebanding 1/N, sehingga:
n2 / n1 = N1 / N2
10000 / 7500 = 4/3
n2 = 4/3 n1 = 4/3 (1) = 4/3 = 1,33
pola terang bila n = 1, 2, 3, …
pola gelap bila n = 1/2, 3/2, 5/2, …
Karena hasilnya n = 1,33 maka bukan garis terang maksimum maupun gelap minimum.
2. Sebuah
kisi mempunyai jarak antar celah 2,4 . 10-6 m. Jika bayangan
orde kedua didifraksikan pada sudut 30 terhadap normal, maka panjang gelombang
cahaya yang digunakan adalah..
Jawab:
d sin θ = n
λ
2,4 x 10-6 .
sin 30 = 2 λ
λ = 6 x 10-7 m
3.
Suatu celah sempit
tunggal dengan lebar a disinari oleh cahaya monokromatis dengan panjang
gelombang 5890 Å. Tentukan lebar celah agar terjadi pola difraksi maksimum orde
pertama dari sudut 30o
Jawab:
Pola terang
difraksi celah tunggal:
d sin θ = (n
+ 1/2) λ
d sin 30o =
(1 + 1/2) 5890
d = 17670 Å
4.
Seberkas cahaya melewati
celah tunggal yang sempit, menghasilkan interferensi minimum orde 3 dengan
sudut deviasi 30o. Jika cahaya yang dipergunakan mempunyai panjang
gelombang 6000 Ǻ, maka lebar celahnya adalah…
Jawab:
Diketahui:
n = 3
θ = 30o
λ = 6.000 Ǻ = 6.000 . 10-10 m
Ditanya: d
Jawab:
d sin θ = n λ
d . sin 30o = 3 . 6000 . 10-10 m
d . ½ = 18 . 10-7 m = 3,6 . 10-6 m
n = 3
θ = 30o
λ = 6.000 Ǻ = 6.000 . 10-10 m
Ditanya: d
Jawab:
d sin θ = n λ
d . sin 30o = 3 . 6000 . 10-10 m
d . ½ = 18 . 10-7 m = 3,6 . 10-6 m
5.
Seberkas cahaya lewat
celah sempit dan menghasilkan interferensi minimum orde ke dua dengan sudut
deviasi 30o. Apabila lebar celah 2,4 . 10-4 cm, maka
panjang gelombang cahaya tersebut adalah…
Jawab:
Diketahui:
n = 2
θ = 30o
d = 2,4 . 10-4 cm = 2,4 . 10-6 m
Ditanya: λ = …
Jawab:
d sin θ = n λ
2,4 . 10-6 m . sin 30o = 2 . λ
2,4 . 10-6 m . ½ = 2 . λ
λ = 0,6 . 10-6 m = 0,6 . 10-6/10-10 Ǻ = 6000 Ǻ
n = 2
θ = 30o
d = 2,4 . 10-4 cm = 2,4 . 10-6 m
Ditanya: λ = …
Jawab:
d sin θ = n λ
2,4 . 10-6 m . sin 30o = 2 . λ
2,4 . 10-6 m . ½ = 2 . λ
λ = 0,6 . 10-6 m = 0,6 . 10-6/10-10 Ǻ = 6000 Ǻ
HASIL
DISKUSI
1. Penanya:
a.
Diah Maulida : Jelaskan kembali mengenai beda phase!
2. Penjawab:
Yogi
Falahudin: Tidak
ada perubahan fasa ketika cahaya memantul dari suatu daerah dengan indeks bias
yang lebih rendah.
Ada
perubahan fasa setengah panjang gelombang ketika cahaya memantul dari daerah
dengan indeks refraksi yang lebih tinggi, atau dari permukaan padat.
Juga tidak
ada perubahan fasa dalam gelombang refraksi. Sehingga dari penjelasan tersebut
sesuai gambar yang ada pada power point dihasilkan rumus interferensi
konstruktif dan Destruktif.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian
tersebut maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Syarat
terjadinya interferensi adalah sumber-sumbernya harus koheren artinya
sumber-sumbernya harus menjaga suatu hubungan fase yang konstan satu sama lain,
dan sumber-sumbernya harus monokromatis, artinya berasal dari suatu panjang
gelombang tunggal.
2. Pola
interferensi yang terbentuk pada celah ganda adalah terjadinya dua pola
interfernsi yaitu interferensi konstruktif dan interfernsi destruktif, hal ini
dihasilkan karena ada dua gelombang yang melewati dua celah sempit dan
berinterferensi. Interferensi konstruktif apabila beda fase yang dihasilkan
sebesar 0,0 atau 1,0 panjang gelombang, sehingga menghasilkan kecerahan yang
disebut pita cerah, sedangan interferensi destruktif terjadi apabila perbedaan
fase 0,5 panjang gelombang dan menghasilkan kegelapan atau disebut pita gelap.
3. Pola
interfensi pada lapisan tipis terjadi karena adanya cahaya datang pada lapisan
tipis dan gelombang cahaya tersebut terpantul dari permukaan depan dan belakang
sehingga menghasilkan panjang gelombang untuk intensitas minimum dan maksimum.
Jika cahaya datang pada antar muka berada dalam media dengan ideks refraksi
yang lebih kecil, pemantulan akan menimbulkan perubahan fse sebesar setengah
panjang gelombang, bila tidak, tidak akan terjadi perubahan fase yang
dikarenakan pantulan.
4. Difraksi
celah tunggal yaitu ketika gelombang cahaya yang melewati satu celah panjang
dan sempit dengan lebar a akan menghasilkan pada layar pandang, yang mana pola
tersebut yang mencakupkan maksima sentral dan maksima-maksima lainnya, yang
dipisahkan oleh minima yang berada pada sudut θ terhadap sumbu tengah yang
memenuhi a sin θ = mλ untuk m = 1, 2, 3, ..... (minima). Intensitas pola
difraksi ini pada sebarang sudut θ yang diketahui ialah I(θ) = Im(
2
dengan
=
sin θ, dan Im merupakan intensitas
pada tengah-tengah polanya.
5.
Difraksi pada lubang
berbentuk lingkaran terjadi jika suatu lubang
berbentuk lingkaran dengan garis tengah
d disinari dengan gelombang cahaya, minimum pertama intensitas difraksi
akan terjadi pada arah θ , dimana sin θ = 1,22 λ/d bayangan yang terjadi pada
layar akan berbentuk lingkaran-lingkaran konsentrik (dengan pusat yang sama);
lingkaran bulat dan terang silih berganti.
6. Difraksi
celah ganda terjadi karena gelombang yang lewat melalui dua celah,
masing-masing selebar a, yang tengah-tengahnya terpisah sejarak d, menghaslkan
pola difraksi yang intensitasnya l pada sudut θ sebesar I(θ) = Im (cos2
(
2
(celah ganda) dengan
=
) sin θ dan
sama seperti pada difraksi celah tunggal.
7. Kisi
difraksi merupakan sederetan celah yang digunakan untuk memisahkan satu
gelombang datang ke dalam panjang gelombang komponen-komponennya dengan
memisahkan dan memperlihatkan maksima difraksinya. Difraksi oleh N (banyak)
celah menghasilkan minima (garis) pada sudut θ sedemikian rupa sehingga d = sin θ = mλ
B. Saran
Berdasarkan pembahasan diatas, kami menyarankan kepada
pembaca supaya lebih memperbanyak lagi buku yang dibaca, agar tidak salah
dengan pengertian atau miskonsepsi mengenai materi yang telah dibahas diatas.
Daftar Pustaka
Allard. (1990). Fiber Optics Handbook for
Engineer and Scientist. USA: Mc Graw Hill.
Dood, A. Z. (2000). The
Essential Guideto Telecomunications (Panduan Pokok untuk Telekomunikasi).
Yogyakarta: Penerbit Andi.
Halliday, D., &
Resnick, R. (1990). FISIKA. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Halliday, D., Resnick,
R., & Walker, J. (2010). Fisika Dasar (7 ed.). Jakarta: Erlangga.
Ishimaru, A. (1991). Electromagnetic,
Wave Propagation, Radiation and Scattering.
Jewet, S. (2010). Fisika
Untuk Sains dan Teknik . Jakarta: Salemba Teknika.
Suardika, K. (2012).
Gelombang Optik. Difraksi-dan-Aplikasinya, 17-18.
Suardika, K. (2012).
Gelombang Optik. difraksi-dan-aplikasinya, 19.
Suroso, A. (2016).
Difraksi Cahaya. difraksi.pdf.
Sutrisno. (1997). Fisika
Dasar Optika. Bandung: Penerbit ITB.
Komentar
Posting Komentar